Media Analis Indonesia, Jakarta – Usai dilepas secara resmi di Balaikota oleh Asisten Kesejahteraan Rakyat (Askesra) Sekretariat Daerah (Setda) Provinsi DKI Jakarta, Widyastuti pada tanggal 6 Maret 2024 yang lalu, sebanyak 200 orang juga terdapat 6 orang tuna netra didalamnya, Duta Imam Tarawih 1445 Hijriah, mulai melaksanakan tugasnya yakni mengimami para jamaah sholat tarawih di masjid dan musholla yang berada di lima wilayah Ibukota DKI Jakarta termasuk Kepulauan Seribu.
Dalam kesempatan ini tim mediaanalisindonesia.com, beserta perwakilan dari Lembaga Bahasa Ilmu Qur’an (LBIQ) yang bertugas memonitoring program ini yaitu Bang Sani, berkesempatan mengikuti sholat tarawih berjamaah di Musholla Asyuhadah, yang berlokasi di Jalan Yusuf, Sukabumi Utara, Kebon Jeruk, Rawa Belong, Jakarta Barat, pada Kamis (21/3/2024) malam WIB.
Salah satu Duta Imam Tarawih yang terpilih melalui hasil seleksi yakni Ustadz Hilmy Akbar, memimpin imam tarawih di mushola tersebut, sebanyak hampir empat puluh orang jamaah baik laki-laki dan perempuan memenuhi mushollah Asyuhadah, semua tampak khusuk melaksanakan 20 rakaat sholat tarawih ditutup dengan 3 rakaat sholat witir.
Usai melaksanakan shalat tarawih ketua DKM mushollah Asyuhadah, Ustadz Abdurohim, memberikan keterangannya terkait program Duta Imam Tarawih yang merupakan hasil kolaborasi Pemprov DKI Jakarta dengan Baznas Bazis DKI Jakarta serta Lembaga Bahasa dan Ilmu Alquran (LBIQ).
Syukur Alhamdulillah kami sangat mengapresiasi, dalam arti ini adalah salah satu program yang terbaik hasil kolaborasi Pemprov DKI, Baznas DKI dan LBIQ, yang mana program ini harus ditindaklanjuti untuk generasi-generasi ke depan nantinya.
“Didalam pembentukan imam itu kalau bisa yang muda-muda tampil didepan dan yang tua sudah harus duduk dibelakang,” ujar Ustadz Abdurohim.
Kemudian untuk menjadi seorang imam syarat yang diperlukan adalah tiga M.
“Mengatur daripada makharijul huruf. Menempatkan daripada lagu yang kita taruh dan yang terakhir mengatur daripada nafas kita, itulah 3 M yang saya maksud,” jelas Ustadz Abdurohim.
Mengapa demikian, Karena kalau imam kita sudah bagus insyaallah makmumnya juga pada bagus, makanya saya sangat mengapresiasi sekali program ini, mendukung penuh, bahkan saya menganjurkan program ini harus terus berjalan setiap tahunnya dan Alhamdulillah ini menjadi tahun yang ke empat, semoga akan terus berlanjut.
“Selain itu, saya pribadi juga berharap tahun yang akan datang di mushola ini tetap diadakan kembali kunjungan Duta Imam Tarawih dan waktunya pun harus lebih panjang, jangan hanya dua kali saja, karena ini dapat memotivasi parah jamaah sholat tarawih untuk terus hadir ke musholla,” pungkasnya.
Hal senada juga disampaikan oleh salah satu tokoh masyarakat setempat yakni H. Bahtiar, yang juga pemilik Sanggar si Pitung Rawa Belong.
“Saya sangat mengapresiasi sekali program Duta Imam Tarawih ini, mengapa demikian, Karena biasanya di setiap mushollah ataupun masjid di wilayah tersebut, itu sangat selektif sekali soal pengkaderan imam dan itu biasanya terkait soal adab saja. Saya kasih contoh nih misalnya begini, si A bacaan ayatnya cakep, bagus, masih sangat muda, tapi dia kadang masih suka nongkrong sama temennya, itu belom boleh jadi imam disini, nah itu yang saya maksud soal adab,” terang H Bahtiar dengan logat Betawinya yang khas.
Tapi dengan adanya Duta Imam Tarawih yang hadir disini kan sudah terseleksi dengan sangat selektif di LBIQ, kita tinggal terima saja mereka untuk mengimami para jamaah disini.
“Disamping itu juga dapat sedikit menghemat anggaran kas mushollah, karena duta imam tarawih kan tidak dipungut biaya, mereka sudah di sponsori oleh Baznas DKI,” canda H Bahtiar.
Selanjutnya H Bahtiar sedikit bercerita soal mushollah Asyuhadah, tentunya sebagai tokoh masyarakat setempat beliau bahkan lahir dan dibesarkan di lingkungan tersebut (Rawa Belong).
“Dulu orang Betawi bilangnya tempat ini langgar, baru kesinian-kesinian aja orang Betawi nyebut mushollah.
Langgar ini dulunya peninggalan Alm H Satiri atau biasa dipanggil H Tiyi yang mempunyai seorang istri bernama Hj Mujenah. Langgar atau musholla ini boleh dibilang yang paling tua di sekitar Jalan Yusuf selain ada lagi mushollah Baitul Qarim di tengah sana,” jelas H Bahtiar.
Sepeninggal Alm H Satiri dan istrinya, langgar ini sempat terbengkalai, bangunannya terlihat kumuh ditambah jamaahnya mulai jarang, karena letaknya memang jauh dari permukiman penduduk.
“Akhirnya kami bersama para tokoh masyarakat lainnya dan beberapa ulama juga ahli waris dari pada langgar atau musholla ini sepakat untuk mencari dana guna merenovasi, dan itu terjadi pada tahun 2018, hingga sekarang mushollah Asyuhadah sudah terlihat rapi, bahkan jama’ah nya terus bertambah, kegiatannya semakin banyak, mulai dari taklim bapak-bapak serta ibu-ibunya,” tutup H Bahtiar. (hel)